Sabtu, 06 Maret 2010

Pers Perlawanan, Politik Wacana Antikolonialisme Pertja Selatan

Penulis: Basilius Triharyanto
Penerbit: LKiS, Yogyakarta
Cetakan: I (Pertama), September 2009
Tebal: xxvi + 276 halaman

Pers pribumi pada masa kolonial menjadi alat perjuangan. Di berbagai daerah di Hindia Belanda, pers pribumi tumbuh dan berkembang menyuarakan semangat anti kolonialisme. Buku berjudul “Pers Perlawanan, Politik Wacana Antikolonialisme Pertja Selatan” ini berusaha menyingkap tabir yang menutupi sejarah pers Sumatera Selatan pada masa kolonial. Sekaligus buku ini berusaha menelisik pentingnya menjaga kesadaran akan sejarah lokal dan sejarah nasional pada masa kolonial. 


Pada tahun 1920-an, di Palembang (Sumatera Selatan) muncul surat kabar yang bersuara kritis dan keras terhadap pemerintahan kolonial yaitu Perja Selatan, yang didirikan oleh seorang pengusaha pribumi, Kiagus Muhammad Adjir. Perja Selatan merupakan salah satu dari sejumlah kecil surat kabar daerah di zaman kolonial yang dapat bertahan lama hingga pecahnya Perang Dunia II. Suatu tren yang biasa pada masa kolonial adalah usia penerbitan yang amat singkat sekali dikarenakan hegemoni pemerintah kolonial. Justru sebaliknya, Pertja Selatan dapat lepas dan berkelit dari hegemoni pemerintah kolonial.

Sejarah pers sebagaimana disebutkan oleh sejarawan Malaysia, Ahmat Adam, adalah corong untuk menyebarkan gagasan-gagasan kebangsaan. Surat kabar-surat kabat ketika itu benar-benar berfungsi sebagai corong pergerakan revolusioner dan anti kolonialisme. Sering pemerintah kolonial terpaksa harus mengunakan tindakan refresif terhadap surat kabar yang dianggap berbahaya, termasuk Perja Selatan. Memang, Perja Selatan tidak sampai dibredel oleh pemerintah kolonial; ia bisa lepas dari jeratan ordonansi pemerintah kala itu. meskipun demikian, tidak sedikit jurnalis dan redakturnya yang harus berurusan dengan pengadilan kolonial atas reportase-reportase yang dimuatnya.

Jelas buku ini memberi kontribusi tentang sejarah pers Indonesia dan sejarah lokal Sumatra Selatan. Dan sekaligus buku ini menyajikan bagaimana sejarah lokal Sumatra Selatan seharusnya ditulis. Sementara masyarakat Sumatra Selatan sering mengabaikan sejarah lokal mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar